Fatwa Terbaru MUI Tentang Salam Lintas Agama Tuai Pro Kontra

News / 20 June 2024

Kalangan Sendiri

Fatwa Terbaru MUI Tentang Salam Lintas Agama Tuai Pro Kontra

Claudia Jessica Official Writer
494

Baru-baru ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terbaru tentang salam lintas agama yang kemudian menuai pro dan kontra.

Salam lintas agama adalah ungkapan sapaan yang mencakup salam dari berbagai agama yang ada di Indonesia. Tujuan dari salam lintas agama adalah untuk menunjukkan rasa hormat dan toleransi antarumat beragama, dengan mengakui keberadaan dan kepercayaan setiap agama dalam satu sapaan.

Contoh dari salam lintas agama adalah menggabungkan beberapa salam dari agama yang berbeda dalam satu ungkapan, seperti "Assalamualaikum, Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, dan Salam Kebajikan."

Fatwa Terbaru MUI

MUI mengeluarkan fatwa terbaru yang mengharamkan pengucapan salam lintas agama. Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menjelaskan bahwa fatwa ini bertujuan untuk menjaga akidah umat Islam.

Menurut Anwar, salam dalam ajaran Islam merupakan bagian dari ibadah, sehingga hanya boleh diucapkan oleh sesama Muslim dengan ungkapan "Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."

Anwar menambahkan bahwa ulama melakukan ijtihad karena belum ada panduan yang jelas mengenai salam kepada orang yang berbeda agama. Dalam berijtihad, ulama berpedoman agar penyampaian salam tidak merusak akidah umat Islam.

Oleh karena itu, alternatif salam yang paling aman digunakan adalah salam yang tidak mengandung unsur ibadah dari agama lain, seperti "selamat pagi," "selamat siang," "selamat malam," dan "salam sejahtera untuk kita semua."

Hasil forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI di Bangka Belitung pada 30 Mei lalu memutuskan bahwa mengucapkan salam lintas agama bukan merupakan implementasi dari toleransi.

MUI menilai pengucapan salam adalah doa yang bersifat 'ubudiah dan harus mengikuti ketentuan syariat Islam tanpa dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain.

Reaksi Masyarakat

Fatwa ini mendapat berbagai reaksi dari masyarakat dan tokoh-tokoh agama. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, mempertanyakan dasar keluarnya fatwa MUI tersebut.

Gus Yahya berpendapat bahwa salam lintas agama bukanlah pencampuran ibadah, karena frasa seperti "Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh" tidak dianggap sebagai ibadah dalam agama Islam. Ia juga menyebut bahwa "salam sejahtera" tidak pernah masuk dalam liturgi agama Kristen dan Katolik.

Badan Pembinaan Ideologis Pancasila (BPIP) juga mengkritik fatwa MUI, dengan menyatakan bahwa pelarangan salam lintas agama dan ucapan selamat hari raya keagamaan lain mengancam eksistensi Pancasila dan keutuhan hidup berbangsa yang telah menjadi kearifan lokal sejak dahulu kala.

BPIP menekankan bahwa MUI sebagai ormas harus tunduk dan taat pada Pancasila dan UU Organisasi Kemasyarakatan, yang mengatur kewajiban ormas untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI.

 

BACA JUGA: Kontroversi Salam Lintas Agama, Apa Kata Alkitab?

 

Hal ini mencerminkan adanya perbedaan pandangan di kalangan masyarakat dan lembaga mengenai bagaimana menjaga toleransi beragama tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keagamaan.

Mengucapkan salam adalah bagian dari toleransi dan menghormati semua agama.

Di tengah perdebatan ini, penting untuk menemukan cara yang bijaksana dalam menyampaikan salam dan menunjukkan rasa hormat antar agama tanpa mengkompromikan keyakinan masing-masing.

 

Sumber : CNN Indonesia
Halaman :
1

Ikuti Kami